RI-1.com – Kuta, Pembangunan hotel Extension Mercure di kawasan strategis Jalan Pantai Kuta Bali memicu perdebatan sengit dan kekecewaan mendalam, terutama di kalangan pemilik hotel yang selama ini mengandalkan view laut sebagai daya tarik utama.
Proyek yang dijalankan oleh PT International Trade Center ini dibangun di atas tanah seluas 9,4 are milik Universitas Udayana, yang disewa selama kurang lebih 30 tahun. Awalnya, pembangunan ini disosialisasikan sebagai pengembangan gedung laboratorium Universitas Udayana dengan bangunan berketinggian empat lantai.
Namun, fakta lapangan menunjukkan bahwa yang didirikan justru sebuah hotel dengan nama Extension Mercure, yang memiliki 68 kamar. Keputusan ini berawal dari terbitnya PP No. 5 Tahun 2021 yang merubah regulasi zonasi dan pembangunan, memperbolehkan pembangunan hotel di atas lahan kurang dari 40 are tanpa perlu persetujuan lingkungan sekitar, berbeda jauh dari aturan lama yang ketat.
Dari pihak humas Heritage & Kutabex Hotel Bapak I Gusti Ngurah Tiksena
mewakili sebagai pemilik hotel sekitar merasa dirugikan berat. Awalnya kami tidak pernah mendapat komunikasi transparan soal perubahan fungsi gedung tersebut. Ketika kami melihat desain bangunan yang menjulang tinggi dan berpotensi menutupi pemandangan hotel kami, kami langsung menyoal ke perizinan—yang ternyata sah dan izinnya telah keluar lewat sistem OSS.
Sejak Januari 2025, telah kami kirimkan surat keberatan kepada PT International Trade Center, kemudian dilanjutkan dengan laporan pengaduan ke DPRD Badung melalui kuasa hukum, serta surat keberatan tambahan ke Satpol PP dan Bupati Badung.
Pada Juni 2025, DPRD memediasi kami dan manajemen Mercure untuk mencari solusi kekeluargaan, dengan kesepakatan membatasi pembangunan hanya di sisi kanan dan kiri agar pemandangan laut dari hotel kami tetap terbuka.
Namun kenyataan pahit menyapa. Bangunan Extension Mercure telah memblokir pemandangan laut kami, khususnya kolam renang, yang kini tertutup atap hotel baru. Kondisi ini sangat memukul bisnis kami yang sebelumnya mampu memberikan kontribusi pajak lebih dari Rp10 miliar per tahun dan bergantung pada daya tarik pemandangan laut.
Kami berharap adanya intervensi dari pemangku kebijakan dan pengambil keputusan untuk membuka ruang komunikasi lebih transparan dengan PT International Trade Center dan pihak manajemen Mercure. Kami menuntut agar pembangunan ini tidak menyimpang dari kesepakatan awal demi menjaga kelangsungan usaha dan keseimbangan ekonomi di kawasan wisata Bali yang sudah sangat kompetitif.
Pembangunan yang awalnya dijanjikan untuk kemajuan akademik dan laboratorium kini justru merenggut peluang bisnis dan kualitas layanan perhotelan yang sudah lama kami bangun. Ini bukan sekadar urusan bangunan, tapi juga soal keadilan, komitmen, dan hak usaha yang harus dijaga bersama.
Kami percaya, dengan dukungan penuh dari aparat pemerintah dan legislatif, konflik ini bisa diselesaikan dengan prinsip kekeluargaan tanpa mengorbankan hak dan masa depan bisnis kami, juga keharmonisan lingkungan di sekitar lokasi pembangunan.
(CC89)








